
Candi Borobudur adalah mahakarya peradaban dunia yang bukan hanya menjadi ikon budaya Indonesia, tetapi juga warisan dunia yang dijaga oleh UNESCO. Maka, setiap rencana perubahan atau penambahan infrastruktur di kawasan ini sudah sepatutnya melalui kajian yang mendalam, terbuka, dan berimbang antara aspek pelestarian dan aksesibilitas.
Salah satu wacana yang mengemuka dan memicu perdebatan adalah pemasangan stairlift atau alat bantu naik bagi penyandang disabilitas di struktur candi. Penolakan dari sebagian kalangan arkeolog dan pegiat pelestarian budaya tentu bukan tanpa alasan—mereka khawatir akan dampak jangka panjang terhadap keutuhan fisik bangunan candi yang telah berusia lebih dari 1.200 tahun.
Namun demikian, penting juga untuk menempatkan kepentingan inklusivitas dalam bingkai kebudayaan yang progresif. Memastikan bahwa semua orang, termasuk saudara-saudara kita yang memiliki keterbatasan fisik, memiliki kesempatan yang sama untuk merasakan keagungan dan spiritualitas Borobudur merupakan bagian dari nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.
Stairlift, jika dirancang dengan teknologi non-invasif dan temporer, bisa menjadi solusi antara. Desain yang tidak permanen, tidak menyentuh struktur asli batuan, serta bisa dilepas pasang sesuai kebutuhan, memungkinkan pelestarian dan aksesibilitas berjalan seiring. Tentunya, keputusan akhir perlu berdasarkan kajian teknis, arkeologis, dan etika kebudayaan secara menyeluruh, serta melibatkan suara dari semua pemangku kepentingan—baik ahli, komunitas lokal, disabilitas, maupun lembaga pelestari.
Alih-alih melihat aksesibilitas sebagai ancaman, kita bisa menganggapnya sebagai wujud cinta pada situs warisan budaya: karena semakin banyak yang bisa mengalaminya, semakin besar pula rasa memiliki dan tanggung jawab untuk menjaga.
Mari kita dorong diskusi yang lebih rasional, terbuka, dan empatik dalam mengambil keputusan untuk masa depan Borobudur. Menjaga warisan tidak hanya soal menjaga fisiknya, tetapi juga menjaga nilainya agar bisa dirasakan oleh seluruh umat manusia—tanpa kecuali.
